Senin, 08 Oktober 2012

MAHAR PALING MAHAL

                Abu Thalhah mengetahui bahwa perempuan bernama  Ummu sulaim, hidup menjanda sejak suaminya meninggal. Abu Thalhah mengetahui bahwa Ummu sulaim merupakan perempuan baik- baik , cerdas, dan memiliki sifat – sifat perempuan yang mulia. Tak lama kemudian Abu Thalhah bertekad untuk melamar Ummu Sulaim. Dalam perjalanan ke rumah Ummu Sulaim, ia ingat bahwa berkat Mushab bin Umair, Ummu Sulaim telah menganut agama Islam.

                Tetapi ia teringat bahwa suami Ummu Sulaim yang telah meninggal menganut agama nenek moyangnya dan sangat menentang Muhammad SAW. Sehingga membuatnya tetap bertekat untuk melamar janda itu karena ia pun begitu menentang Muhammad SAW beserta semua ajarannya.
Abu Thalhah telah tiba di rumah Ummu Sulaim dan meminta ijin untuk masuk, maka Ummu sulaim pun mengijinkannya masuk karena Anas, putra Ummu Sulaim menemaninya dalam pertemuan tersebut. Abu Thalhah menyampaikan maksud kedatangannya itu untuk melamar Ummu Sulaim menjadi istrinya. Di luar dugaannya ternyata Ummu Sulaim menolak lamaran tersebut.
sesungguhnya laki-laki seperti anda, wahai Abu Thalhah. tidak pantas saya tolak lamarannya. Tetapi aku tidak akan menikah dengan Anda, karena anda kafir ” kata Ummu Sulaim.
Abu Thalhah mengira Ummu Sulaim hanya sekedar mencari-cari alasan. ” Demi Allah ! Apakah yang sesungguhnya menghalangi engkau untuk menerima lamaranku, hai Ummu Sulaim ??” kata Abu Thalhah.
tidak ada selain itu “ , jawab Ummu Sulaim.
” Apakah yang kuning ataukah yang putih ?? Emas ataukah perak ??” , Tanya Abu Thalhah.
Emas atau perak ??”..Ummu Sulaim balik bertanya.
Ya, Emas atau perak “,, jawab Abu Thalhah menegaskan.
ku saksikan kepada anda hai Abu Thalhah, Ku saksikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya jika engkau Islam, aku rela anda menjadi suamiku dan cukuplah emas itu yang menjadi maharku “ jawab Ummu Sulaim.

Mendengar ucapan dari Ummu Sulaim itu, Abu Thalhah teringat akan patung sembahannya yang terbuat dari kayu bagus dan mahal. Sementara Abu Thalhah terbengong-bengong mengingat berhala sesembahannya, Ummu Sulaim melanjutkan bicaranya.
” tidak tahukah anda wahai Abu Thalhah, patung yang anda sembah itu terbuat dari kayu yang tumbuh di Bumi ?? “ tanya Ummu Sulaim.
” iya, betul..” jawab Abu Thalhah.
” apakah anda tidak malu menyembah sepotong kayu menjadi tuhan, sementara potongan yang lain anda jadikan kayu bakar untuk memasak ? jika anda masuk islam, hai Abu Thalhah aku rela engkau menjadi suamiku dan aku tidak akan meminta mahal yang lebih dari itu, “ kata Ummu Sulaim.
siapakah yang akan mengislamkanku ??” tanya Abu Thalhah.
” aku bisa !! “ … jawab Ummu Sulaim.
” bagaimana caranya ??..” tanya Abu Thalhah.
” Tidak sulit, ucapkan saja kalimat Syahadat ! saksikan bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT dan sesungguhnya Muhammad SAW itu adalah utusan-Nya. Sesudah itu pulang ke rumahmu, hancurkan berhala di rumahmu lalu buang !..” kata Ummu Sulaim menjelaskan.

                 Abu Thalhah tampak gembira, lalu ia mengucapkan dua kalimat syahadat lalu pulang dan menghancurkan semua berhala yang ada di rumahnya. Sesudah itu Abu Thalhah menikah dengan Ummu Sulaim dengan maharnya Islam, maka kaum muslimin berkata “ belum pernah kami mendengar mahar kawin yang lebih mahal dari pada mahar kawin Ummu Sulaim.
Maharnya adalah masuk Islam, sejak hari itu Abu Thalhah berada dibawah naungan Islam. Segala daya yang ada padanya dikorbankan untuk berkhidmat kepada Islam. Abu Thalhah dan istrinya, Ummu Sulaim termasuk kelompok tujuh puluh yang bersumpah setia ( baiat ) dengan Rasulullah di Aqobah.

                    Abu Thalhah ditunjuk Rasulullah menjadi salah satu kepala regu  dari dua belas regu yang dibentuk malam itu atas perintah Rasulullah SAW untuk mengislamkan Yatsrib. Dia ikut berperang bersama Rasulullah SAW. Dia berada dihadapan Rasulullah bagaikan bukit berdiri dengan kokoh melindungi beliau. Abu Thalhah sangat pemurah dengan nyawanya berperang fisabilillah namun lebih pemurah lagi mengorbankan hartanya untuk agama Allah. Abu Thalhah mempunyai sebidang kebun anggur dan kurma yang amat luas. Tidak ada kebun di Yatsrib yang seluas dan sebagus kebun Abu Thalhah. Pohon- pohonnya rimbun, buah- buahnya subur dan airnya manis. Abu Thalhah sering berpuasa dan berperang sepanjang hidupnya. Bahkan dia meninggal ketika sedang berpuasa dan berperang fisabilillah.

              Pada jaman Khalifah Ustman bin Affan, kaum muslimin bertekad hendak berperang dilautan. Abu Thalhah bersiap- siap untuk turut serta dalam peperangan tersebut bersama- sama dengan tentara muslimin. Kata anak- anaknya “ Wahai Bapak kami ! Bapak sudah tua. Bapak sudah ikut berperang bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khatab, kini bapak harus istirahat. Biarlah kami yang berperang untuk bapak”.
“ Bukankah Allah Azza wa Jalla telah berfirman yang artinya berangkatlah kamu dalam keadaan senang dan susah dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu menyadari ( Q.S At- Taubah : 41)”.
          Kata Abu Thalhah. Firman Allah itu memerintahkan kita semua, baik tua maupun muda. Allah tidak membatasi usia kita untuk berperang.

             Ketika Abu Thalhah yang sudah tua itu berada di atas kapal bersama- sama dengan tentara muslimin di tengah lautan, dia jatuh sakit dan meninggal di kapal. Kaum muslimin mencari- cari daratan untuk memakamkan jenazah Abu Thalhah, tetapi enam hari setelah wafatnya barulah mereka bertemu daratan. Selama itu jenazahnya tidak berubah sedikitpun, bahkan dia layaknya orang yang sedang tidur dengan nyenyaknya.


Tidak ada komentar: