Abu
Thalhah mengetahui bahwa perempuan bernama Ummu sulaim, hidup menjanda
sejak suaminya meninggal. Abu Thalhah mengetahui bahwa Ummu sulaim
merupakan perempuan baik- baik , cerdas, dan memiliki sifat – sifat
perempuan yang mulia. Tak lama kemudian Abu Thalhah bertekad untuk
melamar Ummu Sulaim. Dalam perjalanan ke rumah Ummu Sulaim, ia ingat
bahwa berkat Mushab bin Umair, Ummu Sulaim telah menganut agama Islam.
Tetapi ia teringat bahwa suami Ummu Sulaim yang telah meninggal
menganut agama nenek moyangnya dan sangat menentang Muhammad SAW.
Sehingga membuatnya tetap bertekat untuk melamar janda itu karena ia pun
begitu menentang Muhammad SAW beserta semua ajarannya.
Abu Thalhah telah tiba di rumah Ummu Sulaim dan meminta ijin untuk
masuk, maka Ummu sulaim pun mengijinkannya masuk karena Anas, putra Ummu
Sulaim menemaninya dalam pertemuan tersebut. Abu Thalhah menyampaikan
maksud kedatangannya itu untuk melamar Ummu Sulaim menjadi istrinya. Di
luar dugaannya ternyata Ummu Sulaim menolak lamaran tersebut.
“ sesungguhnya laki-laki seperti anda, wahai Abu Thalhah. tidak
pantas saya tolak lamarannya. Tetapi aku tidak akan menikah dengan Anda,
karena anda kafir ” kata Ummu Sulaim.
Abu Thalhah mengira Ummu Sulaim hanya sekedar mencari-cari alasan. ” Demi Allah ! Apakah yang sesungguhnya menghalangi engkau untuk menerima lamaranku, hai Ummu Sulaim ??” kata Abu Thalhah.
“ tidak ada selain itu “ , jawab Ummu Sulaim.
” Apakah yang kuning ataukah yang putih ?? Emas ataukah perak ??” , Tanya Abu Thalhah.
“ Emas atau perak ??”..Ummu Sulaim balik bertanya.
“ Ya, Emas atau perak “,, jawab Abu Thalhah menegaskan.
“ ku saksikan kepada anda hai Abu Thalhah, Ku saksikan kepada
Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya jika engkau Islam, aku rela anda
menjadi suamiku dan cukuplah emas itu yang menjadi maharku “ jawab Ummu Sulaim.
Mendengar ucapan dari Ummu Sulaim itu, Abu Thalhah teringat akan
patung sembahannya yang terbuat dari kayu bagus dan mahal. Sementara Abu
Thalhah terbengong-bengong mengingat berhala sesembahannya, Ummu Sulaim
melanjutkan bicaranya.
” tidak tahukah anda wahai Abu Thalhah, patung yang anda sembah itu terbuat dari kayu yang tumbuh di Bumi ?? “ tanya Ummu Sulaim.
” iya, betul..” jawab Abu Thalhah.
” apakah anda tidak malu menyembah sepotong kayu menjadi tuhan,
sementara potongan yang lain anda jadikan kayu bakar untuk memasak ?
jika anda masuk islam, hai Abu Thalhah aku rela engkau menjadi suamiku
dan aku tidak akan meminta mahal yang lebih dari itu, “ kata Ummu Sulaim.
“ siapakah yang akan mengislamkanku ??” tanya Abu Thalhah.
” aku bisa !! “ … jawab Ummu Sulaim.
” bagaimana caranya ??..” tanya Abu Thalhah.
” Tidak sulit, ucapkan saja kalimat Syahadat ! saksikan bahwa
tidak ada tuhan selain Allah SWT dan sesungguhnya Muhammad SAW itu
adalah utusan-Nya. Sesudah itu pulang ke rumahmu, hancurkan berhala di
rumahmu lalu buang !..” kata Ummu Sulaim menjelaskan.
Abu Thalhah tampak gembira, lalu ia mengucapkan dua kalimat syahadat
lalu pulang dan menghancurkan semua berhala yang ada di rumahnya.
Sesudah itu Abu Thalhah menikah dengan Ummu Sulaim dengan maharnya
Islam, maka kaum muslimin berkata “ belum pernah kami mendengar mahar
kawin yang lebih mahal dari pada mahar kawin Ummu Sulaim.
Maharnya adalah masuk Islam, sejak hari itu Abu Thalhah berada
dibawah naungan Islam. Segala daya yang ada padanya dikorbankan untuk
berkhidmat kepada Islam. Abu Thalhah dan istrinya, Ummu Sulaim termasuk
kelompok tujuh puluh yang bersumpah setia ( baiat ) dengan Rasulullah di
Aqobah.
Abu Thalhah ditunjuk Rasulullah menjadi salah satu kepala regu dari
dua belas regu yang dibentuk malam itu atas perintah Rasulullah SAW
untuk mengislamkan Yatsrib. Dia ikut berperang bersama Rasulullah SAW.
Dia berada dihadapan Rasulullah bagaikan bukit berdiri dengan kokoh
melindungi beliau. Abu Thalhah sangat pemurah dengan nyawanya berperang
fisabilillah namun lebih pemurah lagi mengorbankan hartanya untuk agama
Allah. Abu Thalhah mempunyai sebidang kebun anggur dan kurma yang amat
luas. Tidak ada kebun di Yatsrib yang seluas dan sebagus kebun Abu
Thalhah. Pohon- pohonnya rimbun, buah- buahnya subur dan airnya manis.
Abu Thalhah sering berpuasa dan berperang sepanjang hidupnya. Bahkan dia
meninggal ketika sedang berpuasa dan berperang fisabilillah.
Pada jaman Khalifah Ustman bin Affan, kaum muslimin bertekad hendak
berperang dilautan. Abu Thalhah bersiap- siap untuk turut serta dalam
peperangan tersebut bersama- sama dengan tentara muslimin. Kata anak-
anaknya “ Wahai Bapak kami ! Bapak sudah tua. Bapak sudah ikut
berperang bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khatab, kini
bapak harus istirahat. Biarlah kami yang berperang untuk bapak”.
“ Bukankah Allah Azza wa Jalla telah berfirman yang artinya
berangkatlah kamu dalam keadaan senang dan susah dan berjihadlah kamu
dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu menyadari ( Q.S At- Taubah : 41)”.
Kata Abu
Thalhah. Firman Allah itu memerintahkan kita semua, baik tua maupun
muda. Allah tidak membatasi usia kita untuk berperang.
Ketika Abu Thalhah yang sudah tua itu berada di atas kapal bersama-
sama dengan tentara muslimin di tengah lautan, dia jatuh sakit dan
meninggal di kapal. Kaum muslimin mencari- cari daratan untuk memakamkan
jenazah Abu Thalhah, tetapi enam hari setelah wafatnya barulah mereka
bertemu daratan. Selama itu jenazahnya tidak berubah sedikitpun, bahkan
dia layaknya orang yang sedang tidur dengan nyenyaknya.
“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar